membudaya melalui peran orang tua

sumber
Hari kamis mendadak menjadi hari yang cukup sakral bagi saya. Bukan, bukan karena malamnya adalah malam jumat, dan saya harus tahlil tengah malam di depan kuburan kramat. atau segala macam urusan hal gaib sejenisnya, bukan seperti itu. Karena bagi saya, lebih penting mengurusi tetek bengek urusan duniawi perkuliahan di hari kamis, daripada semacam hal - hal mistis yang meragukan. Lagipula hal duniawi yang saya maksud ini beraroma surgawi kok, karena menuntut ilmu salah satu bentuk dari jihad, kan?

Kamis adalah garis mati bagi segala macam revisi, temen - temen saya sih biasa menyebutnya deadline. Biasanya dosen pembimbing saya akan menagih revisi tugas akhir di hari kamis, karena jumat beliau meliburkan diri. Jadi jangan heran kalau saya beranggapan kamis pagi lebih horror dari malam jumat.


Dan hari itu, sama seperti hari pada pekan - pekan sebelumnya, saya menunggu kedatangan bapak dosen sambil sesekali tertidur di gazebo kampus. Ada yang aneh, karena sampai azan zuhur berkumandang, si doi nggak datang - datang. Setelah menunaikan kewajiban ibadah siang, saya mencoba untuk menunggu lagi kedatangan beliau, paling tidak, sampai jam 2 siang, karena saya sudah berjanji untuk menjemput ibu pada jam - jam itu. Waktu itu saya bukanlah korban php sendiri, karena beberapa teman juga masih siaga memasang mata, menunggu kehadiran dosen pembimbing masing - masing di gazebo itu.


lama kemudian, hp saya berbunyi, saya fikir bapak dosen yang menghubungi, ternyata bukan. panggilan itu adalah panggilan dari ibu. "Halo, assalamualaykum. pripun bu?" jawab saya kemudian. "waalaykumsalam, Sinang ning ndi?, kok ora teko - teko, ibu wis ngenteni awit mau". deg, saya lekas melihat jam tangan sebelum menjawab kembali. Astagfirullah, jam tangan saya mati, pantas saja ibu mencari. "Ngapunten bu, jam okky mati, niki okky langsung mandap. Ibu ngentosi riyin nggih.". "iyo, ndang gagean. tak enteni." kemudian suara ibu diujung sana berganti dengan suara tut.. tut.. tut..


Oke peduli amat dengan bapak dosen yang nggak datang - datang, Ibu saya pasti sudah cemas menanti, pulang saja deh, udah siang ini. "pulang dulu ya bro" pamit saya kepada teman - teman. "oke bro, siiip" sahut salah satu teman, yang lain bodo amat, pada sibuk lihat ke laptop masing - masing sih. "Eh, tapi sebelum balik, gue mau tanya, tadi lu pake bahasa apaan sih? kok jawa tapi asing sih di telinga gue. secara gue udeh 3 tahun disini tapi baru denger. bahasa baru ya?". "Bukanlah, gila aja. itu bahasa kromo, jawa yang lebih halus. biasanya digunain ngomong sama yang lebih tua bro. eh udah ya, bisa telat nih aku. bye" sahutku sambil lalu..



-ooo-

dari pengalaman saya di atas, memang terbukti, banyak pemuda sekarang yang belum mengenal jati diri budaya bangsa sendiri, termasuk budaya daerah. Okelah contoh di atas dapat dikesampingkan, secara yang menanyakan adalah teman saya orang jakarta, tentu saja dia tidak paham dan tidak mengerti apa itu bahasa kromo. (tau deh kalau bahasa daerahnya dia, paham apa enggak). Eits, tapi bagaimana dengan teman saya yang sama - sama bersuku jawa?. Dari beberapa survey yang telah saya lakukan ternyata banyak juga lho yang enggak paham. (kecuali bahasa ngoko ya, itu kan bahasa sehari - hari)

Jadi gini guys, sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih lanjut, saya mau ngejelasin. Bahasa jawa itu dibagi menjadi beberapa macam:

yang pertama adalah jawa ngoko, digunakan untuk bebincang dengan teman sebaya atau yang lebih muda,

kemudian ada bahasa jawa kromo, digunakan untuk berbincang dengan yang lebih tua, dengan tujuan untuk lebih menghormati.

keduanya kemudian dibagi menjadi beberapa tingkatan lagi yang lebih kompleks. Untuk saat ini saya akan membahas secara general saja. Dan kebetulan yang saya gunakan untuk berbincang dengan ibu melalui telpon adalah bahasa kromo. 


Banyak dari teman saya, yang sesama suku jawa heran dan bertanya. kok bisa sih kamu berbahasa kromo ? Bukannya itu sulit ya? Kok kamu kuno banget sih? Lah saya pakai ngoko aja nggak apa - apa kan?


Jawabannya adalah bisa karena biasa. Sejak kecil, saya sudah dididik oleh ibu untuk berbicara kromo ke orang yang lebih tua. Bahkan ibu pun yang lebih tua kalau berbicara kromo kok ke saya, semata - mata untuk membiasakan. (kalau sekarang sih beliau sudah ngoko). Ibu selalu mewanti - wanti bahwa bahasa adalah jati diri, kamu boleh saja mampu dan lancar berbahasa ibu (Indonesia) dan bahasa asing, tetapi jangan pernah lupakan bahasa asli daerahmu. Kalau bukan kamu dan anak - anakmu yang melestarikan, lalu siapa lagi?


Tercatat hingga tahun 2012, sudah 700 bahasa daerah yang punah. Memang bahasa jawa belum, tapi saya rasa tinggal menunggu giliran kalau tanpa pelestarian. (itupun berlaku untuk bahasa - bahasa daerah lainnya di Indonesia ). eeeh tapi bahasa kromo udah tinggal menunggu nafas terakhir sih menurut saya, secara sudah jarang terdengar di telinga kecuali orang dewasa yang berbicara.


Banyak orang tua yang berbangga, menjadikan bahasa inggris menjadi pengantar dalam berbahasa sehari - hari. Boleh aja kok, nggak ada yang ngelarang, tapi tolonglah bahasa daerahnya jangan dilupakan. Amit - amit kalau sampai bahasa ibu ikut di singkirkan. Minimal, mulailah tanamkan arti penting berbahasa daerah lewat kebiasaan berbicara sehari - hari.


tapikan di sekolah sudah diajarkan, kenapa harus lagi di rumah?


 iya memang sudah, cuman yakin kalau hanya lewat sekolah cukup? saya juga pernah sekolah, dan segala hal yang diajarkan di sekolah yakin deh hanya sepintas lalu kalau tidak dibiasakan dalam kehidupan sehari - hari. Apa susahnya sih mengajarkan bahasa sendiri ke buah hati? :)


Coba deh fikirkan, bahwa ternyata bangsa yang memiliki berbagai bahasa adalah bangsa yang besar. Masih ingin indonesia di cap menjadi bangsa yang besar kan?. Apalagi alangkah luar biasanya jika suatu hari nanti rakyat Indonesia bisa saling berkomunikasi dengan bahasa daerahnya masing - masing. Kita boleh kan bercita - cita, seperti halnya impian gus ammar abdillah lewat tweetnya ini.



tweetnya dibaca dari bawah ya :)

Comments

  1. wah , aku orang jawa tapi gak bisa ngomng jawa apalagi jawa yg halus....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan sampai terulang ke anak - anak mbak. Diajarkan, minimal anak berhak tau dan ikut wajib melestarikan :)

      Delete
  2. Itu temenmu orang jawa? Tapi ga tau tingkatan bahasa jawa gitu? Kok rusak ya..

    Aku orang madura dan udah setahun lebih kuliah di sby. Walopun bahasa sana ancur, aku tau tingkatan2nya sperti yg kamu bilang tadi.

    Btw ini kunjungan pertama, salam kenal :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tahu tingkatannya, tapi nggak bisa mengaplikasikan. Pemuda jaman sekarang memang kebanyakan seperti itu sih, lupa sama bahasanya sendiri. Berbangga dengan bahasa asing.

      Weiiitsss selamat datang bro, salam kenal :)

      Delete
  3. Setuju sama tulisannya si Mas. Meskipun gak ngerti2 amat masalah bahasa jawa, tapi saya punya teman2 asli jawa yg belum bisa kromoan. Apa mungkin karena pengaruh kota Malang yg banyak pendatang ya? Ah entahlah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini bukan masalah tentang jawa atau nggak sih hehe. lebih ke pelestarian bahasa daerah di Indonesia. apapun itu. cuman saya contohinnya lewat bahasa daerah saya hehe.

      pengaruh dari luar memang yang paling banyak sih menurutku hehe

      Delete
  4. Setuju, Mas. Urgensinya melestarikan bahasa daerah itu perlahan mulai terasa. Ya bukan karena apa- apa lagi selain itu merupakan budaya. Sebagaimana layaknya sebuah budaya ya baiknya harus dilestarikan agar anak cucu kita juga bisa merasakan bahkan mau memperkenalkan ke dunia luar lebih bagus. Karena ada juga kan ya kuliah jurusan sastra jawa. Jadi, carilah pendamping hidup anak jurusan sastra jawa. (loh?) Maaf mas yang terakhir ngawur, abaikan saja hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. tanpa diperkenalkan ke dunia luar, selama kita terus membudayakannya dalam kehidupan sehari - hari, orang luar pasti akan mengenalnya. karena berbahasa itu istilahnya amalan yang terlihat hehe.

      buseeeeet, anak teknik dong :p

      Delete
  5. Kalo menurut saya pembelajaran bahasa Jawa di rumah lebih efektif daripada di sekolah mas. Buktinya belajar bahasa Jawa di sekolah dari kelas 1 sampe SMA kelas 3 ada tuh temen saya yang nggak bisa nulis aksara Jawa, sama nggak bisa bahasa kromo.

    Untung saya dari kecil diajarin. Walaupun kadang kromonya campur ngoko, tapi lumayan bisa lah sedikit-seditik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yap, jelas sekali. berkehidupan itu mempraktikan. dan mempraktikan adalah suatu pembelajaran yang sebenar - benarnya hehe.

      selow bro, belajar sedikit demi sedikit. orang - orang nggak bakal ngetawain selama kita bersungguh - sungguh belajar kok hehe. (soalnya dulu pernah diketawain nih waktu salah ngomong kromonya)

      Delete
  6. Alhamdullilah saya masih menggunakan Kromo Jawa sama ibu mertua dan keluarga besar lainnya. Tapi kalau dengan sesama teman dan anak-anak sudah pakai bahasa yang umum..Bahasa Indonesia. Namun tetep saja anak2 saya juga tidak lantas melupakan sama sekali bahasa daerahnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah ya mbak hehe :)

      gapapa, mbak yang penting tetep dikasih pendidikan berbahasa daerah, biar tetep lestari :)

      Delete
  7. Aku paling suka sama pemuda/i yg sopan dalam berbahasa. Mski bhs jawaku acak adut tapi alhmdulillah masih bisa pake kromo ke ortu. Yuk sama2 lestarikan budaya dan tetap bljr "unggah-ungguh berbahasa"

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah apakah saya lolos menjadi salah satu kriteria yang mbak "paling suka"i itu? hehehe :v.

      Gapapa mbak, tep harus selalu belajar. Semangat :)

      Delete
  8. Aaaak gue suka postingan ini..karena gue guru bhasa Inggris dan gue juga orang Jawaaa..bahkan, saking cintanya sama bahasa Jawa gue bercita cita punya suami jawa biar di rumah bisa ngajarin anak anak bahasa Jawa..#malahcurhat..tapi emang sebgaai generasi muda pun kita harusnya ga cuman melek bahasa asing tapi yg lbh pnting juga menjaga bahasa daerah biar nggak punaaaah...ahh,aku pancen seneng banget mbek boso jowooo...wehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. yeeey! yeey! yeey!
      bener mbak, kita harus selalu dan selalu melestarikan budaya sendiri hehe. Semangat!!!

      eh btw, saya orang jawa lo, dan saya cowo #kode ._.

      Delete
  9. Dari kecil orangtua membiasakan pake bahasa Indonesia sih. Soalnya umik gakbisa bahasa Jawa kromo, dan abi....ntah kenapa kromonya ke orang lain. Kalau sama anak ya bahasa Indonesia. Jadi sampe gede ya kebiasaan nge Indo. Sampai teman2 kuliah malah mikir akunya bukan orang Jawa.

    Jadi malu deh. Sebagai mahasiswa humaniora yang katanya berbudaya, tapi hal remeh seperti ini malah tidak dilestarikan :(

    Padahal aku tahu pasti, dalam tingkatan berbahasa dalam bahasa Jawa itu juga ada perilaku sopan santun yang dibangun.

    ReplyDelete

Post a Comment

komentar yang baik, maka kebaikan akan kembali padamu :)

Popular posts from this blog

tahap seleksi indonesia power 2016

dear mamah puan, jangan mau jadi ndeso

Jangan takut repot di jalan